Showing posts with label Contoh Tujuan Pembelajaran. Show all posts
Showing posts with label Contoh Tujuan Pembelajaran. Show all posts

Cara Merumuskan Tujuan Pembelajaran dan Menyusun Alur Tujuan Pembelajaran Pada Modul Ajar Kurikulum Merdeka

Cara Merumuskan Tujuan Pembelajaran dan Menyusun Alur Tujuan Pembelajaran Pada Modul Ajar Kurikulum Merdeka

BlogPendidikan.net
- Setelah memahami CP, pendidik mulai mendapatkan ide-ide tentang apa yang harus dipelajari peserta didik dalam suatu fase.

Pada tahap ini, pendidik mulai mengolah ide tersebut, menggunakan kata-kata kunci yang telah dikumpulkannya pada tahap sebelumnya, untuk merumuskan tujuan pembelajaran.

Tujuan pembelajaran yang dikembangkan ini perlu dicapai peserta didik dalam satu atau lebih jam pelajaran, hingga akhirnya pada penghujung Fase mereka dapat mencapai CP. Oleh karena itu, untuk CP dalam satu fase, pendidik perlu mengembangkan beberapa tujuan pembelajaran.

Dalam tahap merumuskan tujuan pembelajaran ini, pendidik belum mengurutkan tujuan- tujuan tersebut, cukup merancang tujuan-tujuan belajar yang lebih operasional dan konkret saja terlebih dahulu.
Urutan-urutan tujuan pembelajaran akan disusun pada tahap berikutnya. Dengan demikian, pendidik dapat melakukan proses pengembangan rencana pembelajaran langkah demi langkah.

Penulisan tujuan pembelajaran sebaiknya memuat 2 komponen utama, yaitu:

1. Kompetensi

Yaitu kemampuan atau keterampilan yang perlu ditunjukkan/ didemonstrasikan oleh peserta didik. Pertanyaan panduan yang dapat digunakan pendidik, antara lain: secara konkret, kemampuan apa yang perlu peserta didik tunjukkan? Tahap berpikir apa yang perlu peserta didik tunjukkan?

2. Lingkup materi

Yaitu konten dan konsep utama yang perlu dipahami pada akhir satu unit pembelajaran. Pertanyaan panduan yang dapat digunakan pendidik, antara lain: hal apa saja yang perlu mereka pelajari dari suatu konsep besar yang dinyatakan dalam CP? 

Apakah lingkungan sekitar dan kehidupan peserta didik dapat digunakan sebagai konteks untuk mempelajari konten dalam CP (misalnya, proses pengolahan hasil panen digunakan sebagai konteks untuk belajar tentang persamaan linear di SMA).

Merumuskan Tujuan Pembelajaran

Taksonomi Bloom berguna dalam proses perumusan tujuan pembelajaran. Namun demikian, Taksonomi Bloom ini telah direvisi seiring dengan perkembangan hasil-hasil penelitian. Anderson dan Krathwohl (2001) mengembangkan taksonomi berdasarkan Taksonomi Bloom, dan dinilai lebih relevan untuk konteks belajar saat ini. 

Anderson dan Krathwohl mengelompokkan kemampuan kognitif menjadi tahapan-tahapan berikut ini, dengan urutan dari kemampuan yang paling dasar ke yang paling tinggi sebagai berikut:

Level 1: Mengingat, termasuk di dalamnya mengingat kembali informasi yang telah dipelajari, termasuk definisi, fakta-fakta, daftar urutan, atau menyebutkan kembali suatu materi yang pernah diajarkan kepadanya.

Level 2: Memahami, termasuk di dalamnya menjelaskan ide atau konsep seperti menjelaskan suatu konsep menggunakan kalimat sendiri, menginterpretasikan suatu informasi, menyimpulkan, atau membuat parafrasa dari suatu bacaan.

Level 3: Mengaplikasikan, termasuk di dalamnya menggunakan konsep, pengetahuan, atau informasi yang telah dipelajarinya pada situasi berbeda dan relevan

Level 4: Menganalisis, termasuk dalam kemampuan ini adalah memecah- mecah informasi menjadi beberapa bagian, kemampuan untuk mengeksplorasi hubungan/korelasi atau membandingkan antara dua hal atau lebih, menentukan keterkaitan antarkonsep, atau mengorganisasikan beberapa ide dan/atau konsep.

Level 5: Mengevaluasi, termasuk kemampuan untuk membuat keputusan, penilaian, mengajukan kritik dan rekomendasi yang sistematis.

Level 6: Menciptakan, yaitu merangkaikan berbagai elemen menjadi satu hal baru yang utuh, melalui proses pencarian ide, evaluasi terhadap hal/ide/benda yang ada sehingga kreasi yang diciptakan menjadi salah satu solusi terhadap masalah yang ada. Termasuk di dalamnya adalah kemampuan memberikan nilai tambah terhadap suatu produk yang sudah ada.

Selain taksonomi di atas, untuk merumuskan tujuan pembelajaran, pendidik juga dapat merujuk pada teori lain yang dikembangkan oleh Tighe dan Wiggins (2005) tentang enam bentuk pemahaman. 
Sebagaimana yang disampaikan dalam penjelasan tentang CP, pemahaman (understanding) adalah proses berpikir tingkat tinggi, bukan sekadar menggunakan informasi untuk menjelaskan atau menjawab pertanyaan. Menurut Tighe dan Wiggins, pemahaman dapat ditunjukkan melalui kombinasi dari enam kemampuan berikut ini:

Penjelasan (explanation) : Mendeskripsikan suatu ide dengan kata-kata sendiri, membangun hubungan, mendemonstrasikan hasil kerja, menjelaskan alasan, menjelaskan sebuah teori, dan menggunakan data.

Aplikasi : Menggunakan pengetahuan, keterampilan dan pemahaman mengenai sesuatu dalam situasi yang nyata atau sebuah simulasi (menyerupai kenyataan).

Empati : Menaruh diri di posisi orang lain. Merasakan emosi yang dialami oleh pihak lain dan/atau memahami pikiran yang berbeda dengan dirinya.

Interpretasi : Menerjemahkan cerita, karya seni, atau situasi. Interpretasi juga berarti memaknai sebuah ide, perasaan, atau sebuah hasil karya dari satu media ke media lain.

Perspektif : Melihat suatu hal dari sudut pandang yang berbeda, siswa dapat menjelaskan sisi lain dari sebuah situasi, melihat gambaran besar, melihat asumsi yang mendasari suatu hal dan memberikan kritik.

Pengenalan diri : Memahami diri sendiri; yang menjadi kekuatan, area yang perlu dikembangkan serta proses berpikir dan emosi yang terjadi secara internal.

Marzano (2000) mengembangkan taksonomi baru untuk tujuan pembelajaran. Dalam taksonominya, Marzano menggunakan tiga sistem dalam domain pengetahuan. Ketiga sistem tersebut adalah sistem kognitif, sistem metakognitif, dan sistem diri (self-system).
Sistem diri adalah keputusan yang dibuat individu untuk merespon instruksi dan pembelajaran: apakah akan melakukannya atau tidak. Sementara sistem metakognitif adalah kemampuan individu untuk merancang strategi untuk melakukan kegiatan pembelajaran agar mencapai tujuan. 

Selanjutnya sistem kognitif mengolah semua informasi yang diperlukan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Ada 6 level taksonomi menurut Marzano:

Level 1 : Mengenali dan mengingat kembali (retrieval) Mengingat kembali (retrieval) informasi dalam batas mengidentifikasi sebuah informasi secara umum. Kemampuan yang termasuk dalam tingkat 1 ini adalah kemampuan menentukan akurasi suatu informasi dan menemukan informasi lain yang berkaitan.

Level 2 : Pemahaman Proses pemahaman dalam sistem kognitif berfungsi untuk mengidentifikasi atribut atau karakteristik utama dalam pengetahuan. Berdasarkan taksonomi baru dari Marzano, pemahaman melibatkan dua proses yang saling berkaitan: integrasikan dan simbolisasi.

Level 3 : Analisis Analisis dalam taksonomi baru dari Marzano melibatkan perluasan pengetahuan yang logis (masuk akal). Analisis yang dimaksud bukan hanya mengidentifikasi karakteristik penting dan tidak penting, namun analisis juga mencakup generasi informasi baru yang belum diproses oleh seseorang. Ada lima proses analisis, yaitu: (1) mencocokan, (2) mengklasifikasikan, (3) menganalisis kesalahan, (4) menyamaratakan, dan (5) menspesifikasikan.

level 4 : Pemanfaatan Pengetahuan Proses pemanfaatan pengetahuan digunakan saat seseorang ingin menyelesaikan tugas tertentu. Contohnya, ketika seorang insinyur ingin menggunakan pengetahuannya tentang prinsip Bernoulli untuk menyelesaikan sebuah masalah mengenai daya angkat dalam desain jenis pesawat baru. Tugas sulit seperti ini adalah tempat di mana pengetahuan dianggap berguna bagi seseorang. Di taksonomi baru dari Marzano, ada empat kategori umum pemanfaatan pengetahuan, yaitu: (1) pengambilan keputusan, (2) penyelesaian masalah, (3) percobaan, dan (4) penyelidikan.

Level 5 : Metakognisi Sistem metakognisi berfungsi untuk memantau, mengevaluasi dan mengatur fungsi dari semua jenis pemikiran lainnya. Dalam taksonomi baru dari Marzano, ada empat fungsi dari metakognisi, yaitu: (1) menetapkan tujuan, (2) memantau proses, (3) memantau kejelasan, dan (4) memantau ketepatan.

Level 6 : Sistem Diri Sistem diri menentukan apakah seseorang akan melakukan atau tidak melakukan sesuatu tugas; sistem diri juga menentukan seberapa besar tenaga yang akan digunakan untuk mengerjakan tugas tersebut. Ada empat jenis dari sistem diri yang berhubungan dengan taksonomi baru dari Marzano, yaitu: (1) memeriksa kepentingan, (2) memeriksa kemanjuran, (3) memeriksa respon emosional, dan (4) memeriksa motivasi secara keseluruhan.

Aada beberapa referensi yang dapat digunakan untuk merancang tujuan pembelajaran. Pendidik dapat menggunakan teori atau pendekatan lain dalam merancang tujuan pembelajaran, selama teori tersebut dinilai relevan dengan karakteristik mata pelajaran serta konsep/topik yang dipelajari, karakteristik peserta didik, dan konteks lingkungan pembelajaran.

Beberapa catatan khusus terkait dengan perumusan tujuan pembelajaran di jenis dan jenjang pendidikan tertentu:
  • Pada Capaian Pembelajaran PAUD, penyusunan tujuan pembelajaran mempertimbangkan laju perkembangan anak, bukan kompetensi dan konten seperti pada jenjang lainnya.
  • Pada Pendidikan Khusus, selain kompetensi dan konten, tujuan pembelajaran juga mencakup variasi dan akomodasi layanan sesuai karakteristik peserta didik. Selain itu, tujuan pembelajaran diarahkan pada terbentuknya kemandirian dalam aktivitas sehari-hari sampai kesiapan memasuki dunia kerja.
  • Pada pendidikan kesetaraan, dalam merumuskan tujuan pembelajaran memperhatikan karakteristik peserta didik, kebutuhan belajar dan kondisi lingkungan.
  • Pada satuan pendidikan SMK, tujuan pembelajaran dan alur tujuan pembelajaran dapat disusun bersama dengan mitra dunia kerja. 
Pendidik memiliki alternatif untuk merumuskan tujuan pembelajaran dengan beberapa alternatif di bawah ini:
  • Alternatif 1. Merumuskan tujuan pembelajaran secara langsung berdasarkan CP
  • Alternatif 2. Merumuskan tujuan pembelajaran dengan menganalisis ‘kompetensi’ dan ‘lingkup Materi’ pada CP.
  • Alternatif 3. Merumuskan tujuan pembelajaran Lintas Elemen CP
Menyusun Alur Tujuan Pembelajaran

Setelah merumuskan tujuan pembelajaran, langkah berikutnya dalam perencanaan pembelajaran adalah menyusun alur tujuan pembelajaran. Alur tujuan pembelajaran sebenarnya memiliki fungsi yang serupa dengan apa yang dikenal selama ini sebagai “silabus”, yaitu untuk perencanaan dan pengaturan pembelajaran dan asesmen secara garis besar untuk jangka waktu satu tahun.

Oleh karena itu, pendidik dapat menggunakan alur tujuan pembelajaran saja, dan alur tujuan pembelajaran ini dapat diperoleh pendidik dengan: (1) merancang sendiri berdasarkan CP, (2) mengembangkan dan memodifikasi contoh yang disediakan, ataupun (3) menggunakan contoh yang disediakan pemerintah.
Bagi pendidik yang merancang alur tujuan pembelajarannya sendiri, tujuan-tujuan pembelajaran yang telah dikembangkan dalam tahap sebelumnya akan disusun sebagai satu alur (sequence) yang berurutan secara sistematis, dan logis dari awal hingga akhir fase. 

Alur tujuan pembelajaran juga perlu disusun secara linier, satu arah, dan tidak bercabang, sebagaimana urutan kegiatan pembelajaran yang dilakukan dari hari ke hari.

Dalam menyusun alur tujuan pembelajaran, ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan:
  1. Tujuan pembelajaran adalah tujuan yang lebih umum bukan tujuan pembelajaran harian (goals, bukan objectives)
  2. Alur tujuan pembelajaran harus tuntas satu fase, tidak terpotong di tengah jalan
  3. Alur tujuan pembelajaran perlu dikembangkan secara kolaboratif, (apabila guru mengembangkan, maka perlu kolaborasi guru lintas kelas/tingkatan dalam satu fase. Contoh: kolaborasi antara guru kelas I dan II untuk Fase A
  4. Alur tujuan pembelajaran dikembangkan sesuai karakteristik dan kompetensi yang dikembangkan setiap mata pelajaran. Oleh karena itu sebaiknya dikembangkan oleh pakar mata pelajaran, termasuk guru yang mahir dalam mata pelajaran tersebut
  5. Penyusunan alur tujuan pembelajaran tidak perlu lintas fase (kecuali pendidikan khusus)
  6. Metode penyusunan alur tujuan pembelajaran harus logis, dari kemampuan yang sederhana ke yang lebih rumit, dapat dipengaruhi oleh karakteristik mata pelajaran, pendekatan pembelajaran yang digunakan (misal: matematik realistik)
  7. Tampilan tujuan pembelajaran diawali dengan alur tujuan pembelajarannya terlebih dahulu, baru proses berpikirnya (misalnya, menguraikan dari elemen menjadi tujuan pembelajaran) sebagai lampiran agar lebih sederhana dan langsung ke intinya untuk guru
  8. Karena alur tujuan pembelajaran yang disediakan Kemendikbudristek merupakan contoh, maka alur tujuan pembelajaran dapat bernomor/huruf (untuk menunjukkan urutan dan tuntas penyelesaiannya dalam satu fase)
  9. Alur tujuan pembelajaran menjelaskan SATU alur tujuan pembelajaran, tidak bercabang (tidak meminta guru untuk memilih). Apabila sebenarnya urutannya dapat berbeda, lebih baik membuat alur tujuan pembelajaran lain sebagai variasinya, urutan/alur perlu jelas sesuai pilihan/keputusan penyusun, dan untuk itu dapat diberikan nomor atau kode
  10. Alur tujuan pembelajaran fokus pada pencapaian CP, bukan profil pelajar Pancasila dan tidak perlu dilengkapi dengan pendekatan/strategi pembelajaran (pedagogi).
Cara Menyusun Alur Tujuan Pembelajaran Kurikulum Merdeka

1. Pengurutan dari yang Konkret ke yang Abstrak

Metode pengurutan dari konten yang konkret dan berwujud ke konten yang lebih abstrak dan simbolis. Contoh: memulai pengajaran dengan menjelaskan tentang benda geometris (konkret) terlebih dahulu sebelum mengajarkan aturan teori objek geometris tersebut (abstrak).

2. Pengurutan Deduktif

Metode pengurutan dari konten bersifat umum ke konten yang spesifik. Contoh: mengajarkan konsep database terlebih dahulu sebelum mengajarkan tentang tipe database, seperti hierarki atau relasional.

3. Pengurutan dari Mudah ke yang lebih Sulit

Metode pengurutan dari konten paling mudah ke konten paling sulit. Contoh: mengajarkan cara mengeja kata-kata pendek dalam kelas bahasa sebelum mengajarkan kata yang lebih panjang.

4. Pengurutan Hierarki

Metode ini dilaksanakan dengan mengajarkan keterampilan komponen konten yang lebih mudah terlebih dahulu sebelum mengajarkan keterampilan yang lebih kompleks. Contoh: siswa perlu belajar tentang penjumlahan sebelum mereka dapat memahami konsep perkalian.

5. Pengurutan Prosedural

Metode ini dilaksanakan dengan mengajarkan tahap pertama dari sebuah prosedur, kemudian membantu siswa untuk menyelesaikan tahapan selanjutnya. Contoh: dalam mengajarkan cara menggunakan t-test dalam sebuah pertanyaan penelitian, ada beberapa tahap prosedur yang harus dilalui, seperti menulis hipotesis, menentukan tipe tes yang akan digunakan, memeriksa asumsi, dan menjalankan tes dalam sebuah perangkat lunak statistik.

6. Scaffolding

Metode pengurutan yang meningkatkan standar performa sekaligus mengurangi bantuan secara bertahap. Contoh: dalam mengajarkan berenang, guru perlu menunjukkan cara mengapung, dan ketika siswa mencobanya, guru hanya butuh membantu. Setelah ini, bantuan yang diberikan akan berkurang secara bertahap. Pada akhirnya, siswa dapat berenang sendiri.

Contoh tujuan pembelajaran