Belajar Daring Dinilai Tidak Efektif Untuk Siswa SD, Guru Ini Buka Kelas di Masjid

Belajar Daring Dinilai Tidak Efektif Untuk Siswa SD, Guru Ini Buka Kelas di Masjid
Pelajar SD di Ciamis Belajar di Masjid. Foto sumber: Merdeka.com/iqbal

BlogPendidikan.net - Sekolah di Kabupaten Ciamis, saat ini belum diizinkan beroperasi sejak terjadinya pandemi Covid-19. Kegiatan belajar mengajar (KBM) secara daring dinilai kurang efektif. Jadinya, sejumlah siswa kelas IV Sekolah Dasar Negeri (SDN) 4 Kertasari melakukan KBM tatap muka di Masjid Al Ikhlas, lingkungan Citapen, Kelurahan Kertasari, Kecamatan Ciamis, Kabupaten Ciamis.

Meski dilakukan kegiatan pembelajaran tatap muka di pelataran masjid, guru dan siswa menerapkan protokol kesehatan, mulai bermasker, jaga jarak, hingga diharuskan mencuci tangan. Jumlah siswa pun dikurangi agar tidak berkerumun. Dengan begitu, potensi siswa terpapar Covid-19 dapat diminimalisasi.

Wali Kelas IV SDN 4 Kertasari, Yuyu Yuliana mengatakan bahwa KBM terbatas baru dilakukan satu kali di tahun ajaran baru sekolah. Sebelumnya sendiri, KBM dilakukan secara daring. "Pada tahun ajaran baru ini kita belum bisa tatap muka di sekolah karena aturannya masih secara daring dan luring," kata Yuyu kepada, Selasa (21/7).

Dilakukannya KBM dengan tatap muka, dijelaskan Yuyu, karena belajar secara daring tidak efektif jika diterapkan kepada anak SD tanpa ada tatap muka. Oleh karena itu, setiap satu pekan sekali guru harus bertatap muka dengan siswa guna memberikan materi pembelajaran.

Dalam prosesnya sendiri, ia menyebut bahwa KBM tatap muka dilakukan secara terbatas. Untuk jumlah siswa yang diajarnya saat ini sendiri ada 23 orang. Ia membaginya menjadi 3 kelompok, didasarkan pada zonasi tempat tinggal para siswa. Setiap kelompoknya berisi 7 hingga 8 orang siswa.

Dari tiga kelompok siswa, diungkapkan Yayu, salah satunya harus melakukan KBM di pelataran masjid, sedangkan dua kelompok lainnya di salah satu rumah siswa. Penentuan lokasi KBM sendiri ditentukan oleh orang tua siswa, dan wali kelas hanya tinggal datang ke tempat untuk melaksanakan pembelajaran.

KBM secara muka sendiri, dikatakan Yayu diperlukan untuk menjelaskan secara langsung materi ajar yang sulit dipahami jika dijelaskan secara daring. Proses pembelajaran secara daring dan luring di luar lingkungan sekolah sendiri diakuinya tidak efektif. Hal tersebut karena tidak semua siswa bisa memahami langsung materi ajar tanpa ada penjelasan dari guru.

"Kalau untuk materi yang perlu penjelasan, memang harus dilakukan secara tatap muka," katanya.

Namun karena pandemi Covid-19 masih berlangsung, kegiatan di lingkungan sekolah pun belum bisa dilakukan. Jadinya, segala cara harus tetap dilakukan agar siswa bisa terus belajar, namun dengan tidak mengorbankan keselamatan mereka.

"Kita sih inginnya kembali ke sekolah, tapi aturan pemerintah masih belum boleh. Kita ikuti saja. Yang penting proses belajar mengajar terlaksana," ucapnya.

Sementara itu, Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) Kabupaten Ciamis, Wawan S Arifien menyebut bahwa pihaknya memang menerima banyak laporan digunakannya masjid menjadi tempat KBM. Ia mengaku tidak mempermasalahkan hal tersebut selama kegiatannya dilakukan sesuai aturan.

Dengan digunakannya masjid sebagai tempat KBM, Wawan berharap agar para siswa tidak hanya belajar pendidikan umum saja, namun juga diajarkan pendidikan agama. " DMI lebih mensupport jika anak-anak kembali ke masjid buat mengaji dan belajar agama di masjid," harapnya.

Selain itu juga, Wawan menyebut bahwa ara guru yang menggunakan masjid sebagai tempat KBM harus mengajarkan para siswa akan fungsi masjid dan adab saat belajar di masjid. Dengan begitu maka para siswa akan selalu merindukan suasana belajar dan beribadah di masjid.

Diantara adab yang harus diajarkan, menurut Wawan, salah satunya saat berbicara jangan berteriak, berkata kotor atau kasar. Selain itu, para siswa juga harus diingatkan agar tak berkumpul dengan lawan jenis serta mengenakan pakaian menutup aurat

"Nah itu agar diterapkan dan akhirnya nanti menjadi kebiasaan dan itu adalah pendidikan akhlak," kata dia.

Jika masjid kemudian hanya dipakai karena sekolah tidak boleh digunakan untuk proses belajar mengajar, maka fungsi masjid hanya dianggap sebagai sarana pengganti sementara. Padahal, ada tujuan utama lain bagi para siswa, yaitu lebih mengajarkan ilmu agama.

"Kalau hanya dianggap tempat sementara, ini yang dikhawatirkan, karena ketika sekolah sudah bisa digunakan lagi, mereka tak datang lagi ke masjid," tutupnya.

(Sumber: merdeka.com)

Share this

Artikel Terkait

Previous
Next Post »
Comments