Ini Dampak Buruk Yang Akan Terjadi Selama Pembelajaran Jarak Jauh, Jika Tidak Disiapkan Dengan Matang

Ini Dampak Buruk Yang Akan Terjadi Selama Pembelajaran Jarak Jauh, Jika Tidak Disiapkan Dengan Matang

BlogPendidikan.net
- Pemerhati pendidikan Najeela Shihab menggarisbawahi bahaya jangka menengah dan jangka panjang yang tengah menghantui dunia pendidikan di Indonesia dengan kondisi Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) yang masih belum optimal. 

Baginya, perpanjangan PJJ tak hanya berdampak pada kesusahan orangtua dan anak untuk menyesuaikan dengan metode pembelajaran daring, namun juga ada banyak dampak lainnya baik dari sisi murid, pengajar, dan pengelola sekolah.

1. Ada dampak menengah dan panjang dari PJJ

Dalam Webinar Media dan Pendidikan Anak di Era Pandemik oleh Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) bersama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Selasa (21/7/2020), Najeela mengatakan bahwa saat ini publik terlalu berfokus pada permasalahan jangka pendek yang diakibatkan dari PJJ ini. 

Padahal, sebenarnya ada bahaya jangka menengah dan jangka panjang yang tak kalah mengkhawatirkan. Seharusnya, pencegahan dampak jangka panjang bisa dicegah sejak saat ini.

“Orangtua yang harus beradaptasi dengan kebiasaan baru, kerja dari rumah, jadi fasilitator belajar anak, dan lainnya. Ini isu yang juga penting dan harus segera diselesai kan. Tapi sesungguhnya COVID-19 ini membawa efek yang jauh lbeih panjang dari sekedar periode beberapa bulan ini,” ujarnya.

2. Kesehatan mental anak terancam

Salah satu permasalahan jangka menengah hingga panjang yang dapat menjangkit murid adalah kesehatan mental. 

Saat masa PJJ, anak-anak akan berada sepenuhnya dalam pengawasan orangtua sehingga membutuhkan support system yang mendukung. Namun sayangnya, kondisi kesehatan mental orangtua yang juga terganggu akibat kecemasan masa pandemik akan berimbas banyak kepada anak-anak.

Selain itu akses pendidikan untuk anak dirasa masih belum penuh terutama untuk kegiatan tambahan yang tak kalah penting seperti pembelajaran olahraga, karyawisata, pelajaran agama, dan ekstrakulikuler. Apalagi kurangnya akses pendidikan akan sangat dirasakan bagi para anak-anak dengan kebutuhan khusus atau inklusif.

“Resiko putus sekolah juga meningkat berkali-kali lipat. Sebagian bisa dicegah tapi saya prediksi ada angka putus sekolah yang jauh lebih tinggi di banding tahun sebelumnya,” ungkapnya.

3. Masalah demotivasi pengajar hingga kebangkrutan sekolah

Permasalahan berikutnya yang tak kalah penting dialami oleh para guru atau tenaga pengajar. Tanpa adanya persiapan yang cukup matang, Najeela melihat bahwa tak sedikit guru saat ini gagap untuk menghadapi PJJ dan memberikan konten yang kreatif kepada murid. 

Akibatnya, beban kerja yang berlebihan secara terus menerus terhadap tenaga pengajar hingga menyebabkan demotivasi. Namun, Najeela di sini tidak menganggap kegagalan sepenuhnya berada di tangan guru, ia mengatakan bahwa kondisi saat ini merupakan cerminan atas kompetensi para pengajar yang dihasilkan sistem pendidikan di Indonesia.

“Kualitas pembelajaran PJJ sekarang yang beragam Ini bukan hanya cerminan guru dalam jangka pendek, tapi kompetensi guru sebelum pandemi pun kesulitan menghasilkan materi pembelajaran yang kreatif,” imbuhnya.

Bagi pihak sekolah salah satu ancaman nyata adalah berkurangnya pendapatan yang berujung pada pemutusan hubungan kerja karyawan-karyawannya. Apalagi Najeela memprediksi sekolah swasta dengan kemampuan finasial rendah akan banyak mengalami kondisi ini.

“Ini yang kapasitas rendah dan tidak punya cadangan abadi yag bisa menghidupi dalam jangka panjang,” ungkapnya.

4. Pencegahan bisa dilakukan mulai saat ini

Salah satu solusi yang ditawarkan oleh Najeela untuk mencegah terjadinya permasalahan dampak panjang tersebut adalah dengan melibatkan berbagai pihak untuk melihat celah-celah dalam pelaksanaan PJJ. 

Terutama bagi para orangtua agar bisa berperan aktif dalam memantau pendidikan anak sekaligus mengatasi kecemasan yang dimilikinya. Para guru juga harus mulai terbuka bahwa pembelajaran tak harus bertatap muka. Guru diharapkan bisa berinovasi untuk menciptakan konten pembelajaran yang kreatif dan disampaikan dalam dua arah.

“Saya selalu bilang, semua murid semua guru. Saya ingin sebanyak mungkin orang ambil peran dalam perbaikan ekosistem pendidikan maka situasi pandemik ini maupun dalam jangka waktu ke depan untuk memitigasi resiko jangka panjang menjadi sangat esensial ada kolaborasi antar pemangku kepentingan,” pungkasnya.

Artikel ini juga telah tayang di idntimes.com

Share this

Artikel Terkait

Previous
Next Post »
Comments