Profesi Guru Tidak Bisa Sepenuhnya Digantikan Dengan Teknologi, Tatap Muka Ada Nilai di Dalamnya

Profesi Guru Tidak Bisa Sepenuhnya Digantikan Dengan Teknologi, Tatap Muka Ada Nilai di Dalamnya

Pakar pendidikan Universitas Brawijaya (UB) Malang, Aulia Luqman Aziz mengatakan profesi guru tidak bisa sepenuhnya digantikan dengan teknologi. Proses pembelajaran selama pandemi Covid-19 memberikan pelajaran bahwa kegiatan belajar mengajar secara tatap muka lebih efektif dibandingkan secara online.

"Selamanya profesi guru tidak akan tergantikan oleh teknologi. Pembelajaran penuh secara daring akhir-akhir ini banyak menimbulkan keluhan dari peserta didik maupun orangtua. Tidak hanya di Indonesia, tapi juga di negara maju seperti Amerika Serikat. Bagaimanapun, pembelajaran terbaik adalah bertatap muka dan berinteraksi dengan guru dan teman-teman," kata Aulia Luqman Aziz. 

Luqman menegaskan dalam proses belajar mengajar secara tatap muka, ada nilai yang bisa diambil siswa seperti proses pendewasaan sosial, budaya, etika, dan moral yang hanya bisa didapatkan dengan interaksi sosial di suatu area pendidikan. 
Baca Juga; Jika Wabah Belum Usai Kemungkinan Belajar Dari Rumah Dilanjutkan Hingga Akhir Tahun 2020
Perubahan sosial yang tiba-tiba terjadi sebagai akibat merebaknya penyebaran Covid-19, menyebabkan kegagapan dalam proses penyesuaian kegiatan belajar mengajar.

Sehingga, menurut Luqman tidak mungkin jika sebuah pembelajaran ideal dicapai di masa pandemi seperti saat ini.

"Karena itu, guru dan dosen harus cepat menyesuaikan keadaan dengan mengubah target capaian, dan kemudian metode pembelajarannya. Jangan sampai guru dan dosen membebani siswa dengan pembelajaran di saat siswa mengalami keterbatasan sosial dan ekonomi," katanya.

Kegagapan dalam menyesuaikan metode belajar mengajar seharusnya bisa secara efektif dilakukan jika pemerintah mengantisipasi penyebaran Covid-19 di Indonesia sejak awal. Jika memang tidak siap, maka seharusnya pemerintah memberikan kelonggaran target yang dituju.

"Siswa tidak dapat fasilitas akademik dan sosial yang memadai untuk belajar, tapi targetnya tetap. Gambarannya seperti pemain bola yang cedera kakinya, maka latihan-latihan yang ditargetkan untuk dia otomatis dikurangi dulu hingga kondisinya normal kembali. 

Yang awalnya harus bisa nendang bola sejauh 100 meter, sekarang yang penting bisa lari-lari kecil dulu," kata Luqman.

Meskipun masih banyak kelemahan dalam peoses pembelajaran, namun Luqman mengaku bahwa pelajaran positif yang bisa diambil dari pendidikan di masa Covid-19 ini adalah kembalinya peran orang tua sebagai 'madrasah' belajar anak.

"Fondasi penting dari segala pendidikan adalah waktu yang berkualitas yang dihabiskan oleh orangtua bersama anak-anaknya. Bimbingan, aturan, ilmu, dan wawasan yang dibagikan oleh orangtua akan banyak bermanfaat bagi sang anak," katanya.

Sementara Menteri Pendidikkan dan Kebudayaan (mendikbud) Nadiem Anwar Makarim, dalam siaran pers tertulisnya mengajak seluruh insan pendidikan di Tanah Air mengambil hikmah dan pembelajaran dari krisis Covid-19. Bahkan tema Hari Pendidikan Nasional 2020 pun Belajar dari Covid-19.

"Saat ini kita sedang melalui krisis Covid-19. Krisis yang memakan begitu banyak nyawa. Krisis yang menjadi tantangan luar biasa bagi negara kita dan seluruh dunia. 

Tetapi, dari krisis ini kita mendapatkan banyak sekali hikmah dan pembelajaran yang bisa kita terapkan saat ini dan setelahnya," kata Mendikbud dalam sambutannya pada upacara peringatan Hardiknas 2020 di Jakarta.

Situasi saat ini kata Mendikbud, untuk pertama kalinya guru-guru melakukan pembelajaran melalui daring dengan menggunakan perangkat baru, dan menyadari bahwa sebenarnya pembelajaran bisa terjadi di manapun. 

Begitu juga dengan orang tua, untuk pertama kalinya menyadari betapa sulitnya tugas guru untuk bisa mengajar anak secara efektif dan menimbulkan empati kepada guru yang tadinya mungkin belum ada.

“Guru, siswa, dan orang tua sekarang menyadari bahwa pendidikan itu bukan sesuatu yang hanya bisa dilakukan di sekolah saja," ujar Mendikbud.

Katanya, pendidikan yang efektif membutuhkan kolaborasi yang efektif dari tiga hal ini, guru, siswa, dan orang tua. Tanpa kolaborasi itu, pendidikan yang efektif tidak mungkin terjadi.

Lewat Krisis Covid-19, masyarakat dapat memetik hikmah tentang betapa pentingnya kesehatan dan kebersihan serta pentingnya norma-norma kemanusiaan.

"Timbulnya empati, timbulnya solidaritas di tengah masyarakat kita pada saat pandemi Covid-19 ini merupakan suatu pembelajaran yang harus kita kembangkan. Bukan hanya di masa krisis ini, tetapi juga di saat krisis ini telah berlalu,” terangnya.

Mendikbud mengajak kepada seluruh pemangku kepentingan pendidikan untuk selalu berinovasi di tengah pandemi Covid-19.

“Belajar memang tidak selalu mudah, tetapi inilah saatnya kita berinovasi. Saatnya kita melakukan berbagai eksperimen. Inilah saatnya kita mendengarkan hati nurani dan belajar dari Covid-19,” ajaknya.
Merdeka.com

Share this

Artikel Terkait

Previous
Next Post »
Comments