FSGI: Tahun Ajaran Baru Bisa Bergeser Jika Belajar Dari Rumah Sampai Akhir Tahun 2020

Tahun Ajaran Baru Akan Bergeser Jika Belajar Dari Rumah Sampai Akhir Tahun 2020

Sebagai antisipasi andai wabah virus corona (Covid-19) masih belum berakhir di Indonesia hingga akhir tahun, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) tengah menyiapkan skenario belajar dari rumah hingga 2020.

Kita sedang siapkan kalau nanti belajar dari rumah ini bisa terjadi sampai akhir tahun,” kata Pelaksana Tugas Direktur Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar, dan Menengah Kemendikbud Muhammad Hamid.

Hamid mengatakan hingga hari ini tercatat sebanyak 97,6 persen sekolah sudah melakukan pembelajaran jarak jauh. Sisanya sebanyak 2,4 persen belum melakukan karena daerahnya tidak terjangkit corona atau tidak memiliki perangkat pendukung.

Dari jumlah 97,6 persen tersebut, sebanyak 54 persen sekolah sudah melakukan pembelajaran jarak jauh sepenuhnya, yakni guru dan siswa mengajar dan belajar dari rumah.

Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Satriwan memperkirakan sejumlah skenario yang mungkin terjadi pada tahun ajaran baru apabila pandemi Covid-19 di Tanah Air tak kunjung mereda. Setidaknya ada tiga skenario yang mesti dipersiapkan oleh pemerintah.

Skenario pertama adalah kondisi berjalan normal. Selama ini pemerintah masih mengasumsikan tahun ajaran baru berjalan dengan normal, yakni dimulai pada Juli.

Skenario kedua adalah belum ada tanda-tanda wabah mereda. Namun, tahun ajaran baru tetap diberlakukan Juli 2020. Jadi pembelajaran di semester depan akan tetap via daring atau online.

Untuk memperpanjang masa belajar dari rumah, maka hal yang wajib dipersiapkan di antaranya kuota internet untuk siswa dan guru ataupun peraturan-peraturan agar pembelajaran daring tidak mengalami kendala. “Ini yang wajib menjadi perhatian,” kata Satriwan.
Apabila skenario ini diambil oleh pemerintah, maka perlu dibuat kurikulum darurat khusus. Hal ini penting agar dalam bencana nasional guru dan siswa tidak kesulitan menjalankan pembelajaran.

“Karena standar penilaiannya berubah atau setidaknya ada pergeseran," terangnya. "Tidak lagi tatap muka. Jadi, kami berpikir harus ada kurikulum darurat Covid-19."

Sementara itu, skenario ketiga adalah dengan menggeser tahun ajaran baru dari Juli ke Januari 2021. Terkait aturan ajaran baru, setiap negara memiliki aturannya masing-masing.

Seperti Jepang dimulai pada April dan Korea Selatan pada Maret. Satriwan kemudian menambahkan bahwa kebijakan yang diambil ke depannya harus disesuaikan dengan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). 

Sebab, kebijakan yang diambil sejauh ini mengikuti skema awal, yakni Mei diasumsikan Covid-19 akan terkendali. Namun, pemerintah harus siap menerima kemungkinan terburuknya.
Source; wowkeren.com

Share this

Artikel Terkait

Previous
Next Post »
Comments