Masih Banyak Sekolah Tidak Memiliki Jaringan Listrik dan Internet, Sekolah Pelosok Tidak Mampu Gelar PJJ

Masih Banyak Sekolah Tidak Memiliki Jaringan Listrik dan Internet, Sekolah Pelosok Tidak Mampu Gelar PJJ

BlogPendidikan.net
- Pembelajaran jarak jauh (PJJ) masih diterapkan hampir semua sekolah di Indonesia, terutama yang tidak berada di zona hijau, pada tahun ajaran baru 2020/2021. Hari pertama sekolah telah dimulai pada hari ini, Senin (13/7/2020). 

Kegiatan hari pertama sekolah pun berlangsung tak seperti tahun-tahun sebelumnya, saat situasi sebelum pandemi virus corona. Berbagai tantangan pun harus dihadapi. Permasalahan yang harus dihadapi terutama terkait dengan infrastruktur, seperti listrik dan jaringan internet. 

Selain itu, tidak sedikit keluarga yang tidak memiliki gawai sebagai sarana untuk mengikuti PJJ. Bagaimana catatan untuk pelaksanaan pembelajaran jarak jauh pada tahun ajaran baru ini? Pengamat pendidikan Darmaningtyas menilai, PJJ tidak akan mungkin berjalan dengan baik. 

Oleh karena itu, sejak jauh-jauh hari ia berpendapat bahwa tahun ajaran baru sebaiknya ditunda. "Sudah dapat dipastikan tidak akan bisa berjalan baik, omong kosong kalau ada pejabat Kemendikbud bilang PJJ dapat berjalan baik. Pasti asal jalan atau asal-asalan saja," kata Darmaningyas saat dihubungi Kompas.com, Senin (13/7/2020). 

Ia mengusulkan, seharusnya awal mulai tahun ajaran baru diganti menjadi Januari agar periode Juli-Desember 2020 ini bisa digunakan untuk menuntaskan pembelajaran yang belum selesai pada semester genap Januari-Juni 2020. "Sedangkan yang harus masuk ke kelas 1 (SD/MI), SMP/MTs, maupun SMA/SMK/MA baru mulai pembelajaran Januari 2021 nanti," kata Darmaningtyas. 

Ia juga menyebut sejumlah tantangan yang harus dihadapi oleh dunia pendidikan, baik bagi siswa maupun guru.

Tantangan itu di antaranya:
  • Masih banyak sekolah yang tidak memiliki jaringan listrik dan internet. 
  • Tidak banyak yang memiliki komputer/laptop sehingga proses pembelajaran PJJ hanya dilakukan dengan menggunakan ponsel. Tentu saja ponsel banyak memiliki keterbatasan, terutama fitur-fiturnya untuk menunjang pembelajaran dan kameranya yang terlalu kecil. 
  • Banyak yang ponselnya sudah usang, sekadar bisa untuk WhatsApp, tetapi tidak bisa untuk mengunduh materi dan sejenisnya. 
  • Tidak semua orang memiliki uang untuk mengisi kuota internet sesuai dengan kebutuhan. 
  • Bagi golongan menengah ke bawah, ponsel mereka terbatas, sementara anaknya yang bersekolah lebih dari satu. 
Hal ini jelas akan jadi persoalan, mana yang harus dapat prioritas. Menurut Darmaningtyas, sederet kendala yang menyulitkan itu seharusnya membuat Kemendikbud sadar bahwa pelaksanaan PJJ tidak mungkin optimal. Namun, menurut dia, selama ini usulan dari lapangan tidak pernah didengar oleh Menteri Pendidikan. 

"Ya menterinya tidak mau dengerin masukan dari lapangan, ya biarin saja amburadul," kata Darmaningtyas.

Sekolah Pelosok Tidak Mampu Gelar PJJ

Mengutip harian Kompas, Senin, 13 Juli 2020, pembelajaran jarak jauh bagi para siswa tidak dapat terlaksana di daerah-daerah pelosok. Lebih dari 47.000 satuan pendidikan tak memiliki akses listrik serta internet. Di Papua, Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Papua mendata ada 14 daerah yang sama sekali tidak melaksanakan kegiatan pembelajaran jarak jauh (PJJ) selama pandemi Covid-19. 

Daerah-daerah itu meliputi Puncak, Puncak Jaya, Yalimo, Mamberamo Tengah, Dogiyai, Deiyai, Intan Jaya, Lanny Jaya, Nduga, Asmat, Boven Digoel, Yahukimo, Pegunungan Bintang, dan Mamberamo Raya. ”Sebanyak 14 daerah ini minim infrastruktur internet,” kata Kepala LPMP Provinsi Papua Adrian Howay, Minggu (12/7/2020) di Jayapura. Oleh karena itu, PJJ praktis hanya bisa dilaksanakan di kota besar, seperti Jayapura dan Mimika. 

Bahkan, di kota pun, tak semua orangtua mampu menyediakan kuota internet atau membelikan gawai bagi anak untuk mengikuti PJJ. Tidak hanya di Papua, PJJ pun sulit diterapkan di Maluku. Selain tidak semua wilayah terjangkau akses internet, sebagian keluarga kesulitan untuk membelikan gawai sebagai sarana belajar anak-anak. 

”Di Dobo (ibu kota Kabupaten Kepulauan Aru), sinyal internet lemah, apalagi di kampung-kampung. Di kampung, sinyal untuk telepon pun susah,” ujar Mila Ganobal, tokoh pemuda Kepulauan Aru. Kepulauan Aru terdiri atas 547 pulau. Di wilayah ini ada 117 desa yang tersebar di 10 kecamatan dengan jumlah penduduk sekitar 113.000 jiwa. 

Sebagian warganya hidup di bawah garis kemiskinan, terlebih selama pandemi, ekonomi masyarakat sangat terpukul. Kondisi serupa dialami siswa di Pulau Seira, Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Maluku. Untuk siswa SD, setiap guru ditugaskan mendatangi rumah siswa satu per satu. ”Siswa SMP dan SMA ini agak susah diatur pembelajarannya. 

Yang jauh dari sekolah diharapkan belajar sendiri di rumah. Tidak ada interaksi dengan guru,” tutur Pendeta Devi P Lopulalan, tokoh agama di Seira. Sementara itu, di Lampung, Kepala SMK Penerbangan Raden Intan Bandar Lampung Suprihatin menyampaikan, tak semua siswa mempunyai gawai untuk PJJ. 

Padahal, sebagian besar kegiatan belajar dilakukan melalui aplikasi WhatsApp atau Zoom. Siswa yang tidak mempunyai gawai diminta datang ke sekolah untuk mengambil tugas dari guru. Siswa lalu mengirimkan tugas melalui surel.

Share this

Artikel Terkait

Previous
Next Post »
Comments