Jerit Honorer K2, Pupus Harapan Seleksi PPPK Harus Bersaing Dengan Masyarakat Umum Kaum Muda

Jerit Honorer K2, Pupus Harapan Seleksi PPPK Harus Bersaing Dengan Masyarakat Umum Kaum Muda

BlogPendidikan.net
- Jerit Honorer K2, Pupus Harapan Seleksi PPPK Harus Bersaing Dengan Masyarakat Umum Kaum Muda. 

Lalu Wirajaya adalah cerminan Guru Oemar Bakri saat ini. Bersedia menempuh jarak 20 Km lebih dari Kecamatan Suela ke Masbagik untuk menunaikan tugas mengajarnya.

Mengajar di dua sekolah, yakni SMP 1 Masbagik dan SMP 3 Masbagik tetap dilakoninya meskipun dengan gaji minim. Gaji yang hanya Rp.1,5 juta tak menghentikan semangat pengabdiannya untuk mencerdaskan anak bangsa. Bahkan, gaji sebesar Rp.50 ribu saat pertama kali mengajar di tahun 1994 pun tak mampu menghentikan langkah pengabdiannya.

Ia yang masih berstatus sebagai guru honorer Kategori 2 (K2) ini, pun baru menerima gaji sebesar itu setelah sertifikasi tahun 2007. Gaji yang dibayarkan pemerintah pusat tersebut kadang diterimanya setelah lima bulan. Padahal dalam aturannya pencairan gaji sertifikasi berjangka waktu tiap tiga bulan.

“Aturannya per triwulan tapi kadang 5 bulan baru keluar. Dikatakan cukup ya tidak juga, tapi kita cukup-cukupkan saja,” keluhnya. Demi memenuhi kebutuhan hidup, ia pun tak malu berjualan di kantin sekolah. Menyisihkan modal dan resiko merugi diabaikan demi menyambung hidup.

“Yang namanya jualan kan naik turun. Kita butuh gaji yang konstan,” harapnya.

Menyambi jualan, juga menimbulkan perasaan bersalah dalam dirinya sebagai seorang pendidik. Karena hal itu dirasanya membagi fokus kewajiban kepada anak didik.

“Kadang itu yang jadi beban kami. Kami mau ngajar sementara kebutuhan ekonomi tidak cukup, kadang jadi ojek dan lain sebagainya. Sehingga konsentrasi kami jadi dua. Imbasnya ke anak didik,” kesahnya.

Berharap menjadi PNS, sudah pupus baginya. Mengingat usia yang sudah mendekati pensiun, 53 tahun. Namun, asa sempat terbuka saat pemerintah mengumumkan jalur penerimaan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K).

Asa yang sempat tumbuh inipun kembali redup setelah mengetahui minimnya formasi yang diberikan pemerintah. Bagaimana tidak 200-an formasi P3K harus diperebutkan tidak hanya dengan sesama K2, namun juga dengan masyarakat umum.

“Bersaing dengan yang K2 saja mungkin tidak masalah. Tapi bersaing dengan yang lebih fresh, tentu kami kalah,” kata dia. Bukan bermaksud menyerah, namun ia hanya merasionalisasikan. Usianya, dan beban hidup yang ditanggung menjadi faktor menurunnya konsentrasi.

Terlebih para kaum muda memiliki kelebihan dalam penguasaan tekhnologi. Hal ini terbukti dengan adanya siswa yang diajarkannya telah lulus PNS dari jalur K2. “Malahan ada anak didik saya yang saya ajar di kelas VII, sekarang sudah PNS dia dari K2,” ucapnya.

Wira hanya bisa berharap, agar dirinya bersama rekan-rekannya yang masih K2 daat diperjuangkan sepenuh hati agar diangkat menjadi P3K secara langsung. “Harapan saya sama dengan temen-temen yang lain, harga mati dijadikan P3K tanpa tes,” pungkasnya.

Share this

Artikel Terkait

Previous
Next Post »
Comments