Antara Kebijakan Dana BOS dan Nasib Guru Honorer Yang Akan Dihapus

Antara Kebijakan Dana BOS dan Nasib Guru Honorer Yang Akan Dihapus
Kebijakan Menteri Pendidikan yang membolehkan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk guru honorer maksimal 50 % mengundang banyak polemik.  Di satu sisi seolah menggembirakan untuk kalangan pendidik, di sisi lain menunjukkan kerapuhan kebijakan yang sebelumnya dilontarkan oleh para pengelola negeri ini.

Sebab, Menteri Pendayaguaan Aparatur Negara Reformasi Birokrasi (Menpan RB) dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) sudah gembor-gembor hendak menghapus tenaga honor termasuk dari kalangan guru. Mereka dijanjikan hendak menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) atau Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

Lazimnya pernyataan kerap bertolak belakang dengan kenyataan. Terlebih antarmenteri pun belum satu pandangan. Terlebih dalam dunia pendidikan dari tahu ke tahun selalu berubah kebijakan, terutama yang menyangkut kurikulum dan kesejahteraan guru. Celakanya, antarpetinggi negeri kerap tidak satu suara. Akhirnya, wacana kadung berkembang liar, kepastian tak kunjung ajeg, dan pihak sekolah terutama anak-anak didiklah yang menjadi korban. 

Hal itu makin diperparah dengan kebijakan atawa lontaran para kepala daerah. Misal, Petunjuk teknis dan petunjuk pelaksaan (Juknis-Juklak) ihwal sekolah gratis alias non-SPP untuk siswa SMA belum ada, tetapi kepala daerah terus melontarkan wacana di depan awak media. Maka, sekolah juga yang didera kebingungan. Orang tua dan anak-anak mempertanyakan, para aktivis mengadakan aksi jalanan, sedangkan kebijakan nyata di lapangan belum terorganisasi dengan rapi.  

Maka, saling berburuk sangka takterelakkan. Hal itu menunjukkan garis koordinasi, komunikasi, dan instruksi antarpemerintah pusat, daerah, dan sekolah belum berjalan dengan baik. Tak sedikit, karena, mungkin, ego kepala daerah yang berlatar parpol berbeda, turut membuat kebijakan jadi macet bahkan silang sengkarut. 

Nasib Guru Keberadaan guru adalah salah satu unsur dalam dunia pendidikan. Masalah lain adalah sumber daya manusia, kurikulum, serta sarana dan prasarana. Namun, dalam ruang ini khusus membahas persoalan nasib guru. Dari berbagai masalah nasib guru di Indonesia, jika dijaring, disaring, dan diangkat ke permukaan maka masalah guru itu hanya dua: kompetensi dan keuangan pribadi. Kedua unsur itu saling memengaruhi dan tidak elok jika berdiri sendiri. Bukan hal yang aneh guru di sekolah mengajar tidak sesuai dengan latar pendidikan yang dimiliki. Misal, sarjana (pendidikan) ekonomi mengajar bahasa Sunda. 

Meski, mungkin ihwal materi pelajaran dapat dipelajari, akan tetapi kita mengabaikan dasar profesional, prosedural, dan proposional adalah sebentuk pengingkaran keilmuan. Jika sejak mula menyimpangsiurkan hal tersebut berarti sedari awal kita sudah mengingkari makna mulia pendidikan.
Ketika sertifikasi didengungkan, lalu terlaksanakan, dan uang sertfikasi terbayarkan, tidak otomatis kompetensi guru langsung melejit. 

Bukti sahihnya daya baca dan daya tulis kaum guru tetap kurang, literasi anak masih tetap minim, serta cara mengajar di dalam dan di luar kelas masih menggunakan cara-cara lama alias miskin kreasi baru. Bahkan, tidak sedikit guru PNS yang sudah sertifikasi pun malas-malasan datang ke kelas. Hanya saja efek baik dari sertifikasi tak boleh dimungkiri. 

Bila baheula guru berkarib dengan citra kemiskinan, kini sejumlah guru pegawai negeri sipil dan bersertifikasi pergi ke sekolah mengendarai mobil cukup bagus. Tidak sedikit pula guru-guru tersebut sudah menunaikan ibadah umrah dan haji. Itulah kabar gembira dan memang diharapkan para guru. Kebijakan sejak pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono hingga zaman Joko Widodo itu patut dijaga dan terus ditingkatkan dari segi kualitas dan kuantitas. Terutama uang sertifikasi mesti berbanding lurus dengan kualitas mendidik dan hasil didikan. 

Akan tetapi, tidak semua guru mengalami nasib beruntung. Jumlah PNS tiap tahun terus menyusut. Misal, dalam lima tahun dalam satu sekolah sudah pensiun delapan guru PNS. Namun sekolah tersebut belum mendapatkan guru PNS pengganti. 

Dalam titik ini penarikan guru honorer adalah solusi. Sebab pemerintah pusat atau daerah tidak segera mengganti guru PNS yang purnabakti. Jika satu sekolah dalam lima tahun delapan guru PNS pensiun tanpa ada pengganti, kalikan saja jumlahnya dengan puluhan ribu sekolah di Indonesia. Jadi, membengkaknya pegawai atau guru honorer itu imbas dari pemerintah yang tidak siap dalam sistem kepegawaian. 

Masalah kian membuncah manakala guru honorer mogok mengajar karena aspirasinya kurang didengar dan kurang diperjuangkan. Jika demikian, lagi-lagi, para anak didik yang menjadi korban. Kini muncul wacana dana BOS boleh untuk “menggaji” guru honorer maksimal 50%. Sekilas ini adalah angin surga. Sudah ramai di media. 

Tetapi juknis dan juklak belum diterima pihak sekolah, sebagai lembaga berhubungan langsung dengan guru honorer. Bagaimana pula dengan wacana penghapusan pegawai honor seperti yang diungkapkan Mendagri dan Menpan RB? 

Kok, jadi ambivalen bin paradoks. Malah, di sejumlah sekolah BOS itu untuk BOSS. Ya, penyelewengan dana BOS oleh oknum kepala sekolah yang kerap melibatkan komite dan unsur pendidikan lainnya. Kasus BOSS yang menyelewengkan BOS dan dicokok aparat hukum bisa makin banyak jika rencana dana BOS langsung terkirim ke rekening sekolah atau bendahara sekolah. Sekarang saja via pemerintah daerah tak sedikit yang tersangkut urusan hukum, terlebih jika diterima dan dikelola langsung. 

Pertanyaan lain, untuk “penggajian” guru honorer apa hanya melalui dana BOS? Saya pikir, untuk memberi guru honor tidak mesti menggunakan BOS, tetapi mencari atau membuat pos anggaran khusus. Itu lebih berterima akal sehat. Akhir alinea, upaya meningkatkan kesejahteraan guru itu bagus dan harus didukung semua pihak. Namun, kebijakan yang dikeluarkan mesti dibarengi dengan aturan teknis dan sudah disosialisasikan kepada semua unsur pendidikan. Kebijakan yang dikeluarkannya pun kudu saling menguatkan dengan kebijakan dari berbagai kementerian.
Tulisan; Djasepudin
Pada URL https://www.ayobandung.com

Share this

Artikel Terkait

Previous
Next Post »
Comments