Kemendikbud Akui Anak Kesulitan Pahami Pelajaran Selama Belajar Dari Rumah

Kemendikbud Akui Anak Kesulitan Pahami Pelajaran Selama Belajar Dari Rumah

BlogPendidikan.net
- Kepala Balitbang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Totok Suprayitno, menyatakan kesulitan memahami pelajaran menjadi salah satu hambatan umum yang dihadapi para siswa selama melakukan kegiatan belajar dari rumah. 

Hal itu diketahui berdasarkan dua kali survei tentang pembelajaran dari rumah terhadap para guru dan siswa yang dilakukan Balitbang Kemendikbud. "Mayoritas mengalami kesulitan memahami pelajaran," kata Totok dalam rapat bersama Komisi X DPR, Rabu (9/7/2020).

Hambatan berikutnya yang dihadapi siswa yaitu, kurang konsentransi, tidak dapat bertanya langsung kepada guru, bosan, dan jaringan internat yang kurang memadai. 

"Kurang konsentrasi, tidak dapat bertanya langsung kepada guru, sehingga kebiasaan-kebiasaan dari tatap muka bisa inetraksi langsung, memahami mata pelajaran langsung dari guru, ketika belajar dr rumah itu membutuhkan perjuangan yang cukup tinggi," jelas Totok. 

Berdasarkan survei, sebagian besar siswa pun merasa tidak senang belajar dari rumah. Totok mengatakan, hanya 37,5 persen siswa yang menyatakan belajar dari rumah menyenangkan. Kendati demikian, para siswa merasa orang tua mereka telah membimbing dengan baik selama belajar di rumah, dengan persentase sebesar 77,1 persen. 

"Persepsi siswa tentang belajar dari rumah ini pada umumnya tidak setuju. Mayoritas tidak setuju. Konsisten dengan mahasiswa tadi, mereka tetap lebih senang belajar tatap muka di sekolah," ujarnya. Selain itu, Kemendikbud mencatat sejumlah isu para guru selama pembelajaran jarak jauh ini. 

Salah satu informasi yang diterima Kemendikbud dari Papua yaitu guru-guru khawatir angka putus sekolah meningkat. Berdasarkan informasi tersebut, Kemendikbud akan segera melakukan pemetaan untuk menentukan kebijakan. 

"Kami terima informasi dari Papua ketakutan akan kemungkinan putus sekolah. Para guru khawatir setelah BDR (belajar dari rumah) ini anak tidak kembali lagi ke sekolah," kata Totok.  

"Ini salah satu isu kebijakan yang perlu kita tangani atau cegah sebelum ancaman putus sekolah ini betul-betul terjadi," imbuhnya. Survei Balitbang Kemendikbud itu dilaksanakan sebanyak dua kali.

Survei pertama digelar pada minggu ke-2 hingga ke-3 April 2020, dengan responden guru dan kepala sekolah. Survei kedua dilakukan pada Mei 2020, dengan responden siswa dan orang tua. Namun tidak dijelaskan mengenai metode pemilihan responden dan metode survei.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com 

Share this

Artikel Terkait

Previous
Next Post »
Comments