Nasib dan Masa Depan PNS 10 Tahun Mendatang

Nasib dan Masa Depan PNS 10 Tahun Mendatang

BlogPendidiakn.net
- Jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Indonesia belakangan menjadi sorotan. Peran mereka perlahan tergantikan seiring pesatnya teknologi berkembang. Badan Kepegawaian Negara (BKN) bahkan memprediksi profesi ini dalam kurun waktu 10 tahun tak lagi diperlukan.

Dalam catatan BKN, total PNS Indonesia kini mencapai sekitar 4,2 juta. Jumlah itu dirasa terlalu banyak. Perubahan pola kerja dari kantor menjadi di rumah selama masa pandemi corona, membuat mata BKN semakin terbuka.

Harus disadari perkembangan teknologi menyebabkan disrupsi pada segala sendi kehidupan. Ini termasuk jenis profesi pekerjaan. Ditambah banyak inovasi terlahir saat bekerja dari rumah.

PNS bahkan nantinya tidak akan lagi menjadi pekerjaan penuh. "Ke depan 10 tahun lagi mungkin tidak akan seperti itu. Mungkin tidak ada PNS,"kata Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN), Bima Haria Wibisana dalam webinar belum lama ini.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) bahkan lebih ekstrem soal nasib PNS di masa depan. Seiring laju pesat kecanggihan teknologi, pemerintah berencana mengganti eselon III dan IV dengan artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan. Tujuannya agar memperbaiki sistem birokrasi di Indonesia agar lebih cepat.

Bukti teknologi mempermudah kerja PNS, yakni hadirnya mesin Anjungan Dukcapil Mandiri (ADM) milik Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Melalui alat tersebut, ke depannya masyarakat semakin mudah untuk mencetak KTP Elektronik, akta lahir, kartu keluarga, akta mati, dan lainnya.

Adapun prosesnya, masyarakat mendaftar dulu di kantor Dukcapil masing-masing. Kemudian, jika sudah selesai prosesnya, pihak Dukcapil akan mengirimkan email untuk memberikan kode berupa pin atau QR code.

Mesin ADM memang baru tersedia di kantor Dukcapil daerah Kalibata, Jakarta. Bukan tidak menutup kemungkinan alat itu segera diproduksi masal. Apalagi Kemendagri akan memasukkan ke dalam e-Catalog agar dalam waktu dekat bisa hadir di banyak tempat.

Salah satu bukti lainnya, yakni pengurusan izin satu atap di Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham). Melalui Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) menghadirkan kemudahan perizinan dengan cara online.

Langkah itu diyakini meningkatkan kemudahan berusaha, khususnya kepada pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Sehingga masyarakat dengan mudah mendirikan badan hukum perseroan terbatas (PT) dan perizinan usaha. Upaya ini bahkan sudah dilakukan sejak 2016 silam.

Jumlah PNS Mulai Berkurang

Menjadi PNS memang masih menjadi impian banyak orang di Indonesia. Terbukti dari jumlah pelamar calon PNS (CPNS) yang terus membeludak setiap pemerintah buka perekrutan. Pada 2019 silam, pelamar CPNS menembus angka sekitar 5.056.585 pelamar. Padahal, total formasi yang dibuka pemerintah hanya 197.111, dengan rincian 37.854 formasi untuk kementerian/lembaga dan 159.257 formasi untuk pemerintah daerah.

Berbagai alasan masyarakat ingin menjadi abdi negara. Salah satunya mendapat fasilitas dari negara. Merujuk Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014, PNS berperan sebagai perencana, pelaksana, dan pengawas penyelenggaraan tugas umum pemerintahan dan pembangunan nasional melalui pelaksanaan kebijakan dan pelayanan publik yang profesional, bebas dari intervensi politik, serta bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Berdasarkan laporan data statistik PNS diperoleh dari BKN, terjadi penurunan jumlah PNS. Hingga Juni 2020, PNS berstatus aktif di Indonesia mencapai 4.121.176 orang atau mengalami penurunan 1,62 persen dibandingkan dengan posisi 31 Desember 2019 yang tercatat 4.189.121 orang. Adapun salah satu faktor penurunan akibat moratorium pada 2015 dan 2016.

Untuk para abdi negara tersebut, pemerintah menyediakan anggaran cukup fantastis. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020, belanja pegawai dianggarkan Rp416,14 triliun. Anggaran tersebut dialokasikan untuk belanja Kementerian/Lembaga (K/L) sebesar Rp261,16 triliun dan belanja Bendahara Umum Negara (BUN) sebesar Rp154,98 triliun.

Sementara itu, di dalam APBN 2021 pemerintah kembali meningkatkan belanja pegawai yang diarahkan untuk mendorong birokrasi dan layanan publik yang tangkas, efektif, produktif, dan kompetitif. Dalam buku Nota Keuangan Beserta Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara di 2021, pemerintah tetap akan mengalokasikan gaji ke-13 dan Tunjangan Hari Raya (THR) untuk Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Besaran Gaji PNS

Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 15 Tahun 2019, besaran gaji pokok PNS berjenjang sesuai golongan dan lama masa kerja yang dikenal dengan masa kerja golongan (MKG). Berikut gaji PNS untuk golongan I hingga IV. Hitungan gaji dari yang paling terendah hingga tertinggi disesuaikan berdasarkan masa kerja atau MKG mulai dari kurang dari 1 tahun hingga 27 tahun.

Sekilas, gaji PNS bisa dibilang tak jauh berbeda dengan pegawai swasta. Bahkan jika dibandingkan masa kerja, gaji pegawai swasta terkadang jauh lebih tinggi ketimbang gaji diterima para abdi negara.

Kendati demikian, PNS juga mendapatkan sejumlah tunjangan. Setiap PNS memiliki tunjangan yang berbeda-beda, ini tergantung dari masa kerja, instansi, serta jabatan yang diembannya baik pelaksana maupun fungsional.

Tunjangan yang bisa didapat PNS antara lain tunjangan keluarga, tunjangan anak, tunjangan kemahalan, tunjangan perwakilan, tunjangan jabatan, tunjangan kinerja, dan sebagainya. Selain itu yang perlu diketahui, saat masih berstatus CPNS, gaji yang diterima baru 80 persen atau belum sepenuhnya menerima gaji.

Peran PNS Perlahan Terganti

Porsi tenaga administrasi berstatus PNS masih mendominasi. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) mencatat ada 1,6 juta pegawai menjadi tenaga administrasi dari 4,1 juta PNS di seluruh Indonesia. Dari total itu, 70 persen di antaranya merupakan pegawai pemerintah daerah. Jumlah ini akan terus dikurangi sedikit demi sedikit. Nantinya 1,6 juta ini akan diarahkan untuk bisa berbagai peran.

"Jadi struktur yang bagaimana membangun optimalisasi sumber daya internal dalam membagi peran. Yang 1,6 juta ini kan enggak akan mungkin kita berhentikan," jelas Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenpanRB) Tjahjo Kumolo beberapa waktu lalu.

Kepala Biro Humas, Hukum, dan Kerja Sama BKN, Paryono menambahkan, proses bisnis ke depan memang akan mengalami banyak perubahan. Selain digantikan teknologi, justru akan lebih banyak jabatan diisi dari Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Pemerintah sendiri saat ini sudah mulai melakukan perekrutan.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018, disebutkan ada peluang seleksi dan pengangkatan tenaga honorer menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). Pegawai dengan status PPPK dinilai tidak akan memberatkan keuangan negara karena mereka berbeda dengan PNS. Jika membandingkan aturan mengenai PNS dan PPPK terdapat beberapa perbedaan antara PNS dan PPPK.

Misalnya, status PNS dalam Undang-undang (UU) Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), diangkat sebagai pegawai tetap oleh Pejabat Pembina Kepegawaian dan memiliki nomor induk pegawai secara nasional. Sedangkan PPPK diangkat sebagai pegawai dengan perjanjian kerja oleh Pejabat Pembina Kepegawaian sesuai dengan kebutuhan Instansi Pemerintah dan ketentuan Undang-Undang.

Selain itu, masa kerja PNS dihitung sampai pensiun, sedangkan PPPK hanya dikontrak satu tahun dan bisa diperpanjang. Paling mencolok, pegawai pemerintah dengan status PPPK bisa diberhentikan jika jangka waktu kerja berakhir. Selain itu, mereka juga bisa diberhentikan perampingan organisasi atau kebijakan pemerintah yang mengakibatkan pengurangan PPPK.

Share this

Artikel Terkait

Previous
Next Post »
Comments