Siswi Depresi Bunuh Diri Dengan Minum Racun Diduga Karena Belajar Online, Dan Merekamnya

Siswi Depresi Bunuh Diri Dengan Minum Racun Karena Belajar Online, Dan Merekamnya
MS mulai meneguk racun sambil merekam video Image Source: fajar.co.id

BlogPendidikan.net
- Dunia pendidikan kembali berduka, minimnya standar pengelolaan pembelajaran jarak jauh kembali menelan korban. Diduga lantaran beban tugas daring dari sekolahnya, seorang siswi SMA di Gowa, Sulawesi Selatan berinisial MI berusia 16 tahun nekat bunuh diri dengan meminum racun rumput, pekan lalu.

Koban diduuga bunuh diri akibat depresi dengan banyaknya tugas-tugas daring dari sekolahnya. Korban kerap bercerita pada teman-temannya. Perihal sulitnya akses internet di kampung. Sulitnya akses internet di kediamannya menyebabkan tugas-tugas daringnya menumpuk.

Mirisnya, MI merekam aksi bunuh dirinya dalam sebuah video. Rekaman ponsel berdurasi 32 detik itu menunjukkan detik-detik ketika korban meminum racun rumput.

Kejadian ini menurut Jaringan Sekolah Digital Indonesia bukan kejadian tunggal. Stres yang dialami siswa akibat pembelajaran jarak jauh yang tidak memiliki standar khusus dan cenderung sangat memberatkan siswa.

"Dari sisi tugas-tugas dari guru telah mengakibatkan depresi terhadap siswa. Yang akhirnya dapat berujung pada kejadian bunuh diri seperti ini," ungkap Muhammad Ramli Rahim, Ketua Umum Jaringan Sekolah Digital Indonesia, Senin (19/10/2020).

Ramli mengatakan, jumlah mata pelajaran yang sangat banyak. Ditambah dengan mudahnya guru memberikan tugas kepada siswa menjadi beban yang begitu berat bagi siswa. Sebanyak 14 sampai 16 mata pelajaran tentu bukan sesuatu yang mudah. Apalagi dengan dukungan jaringan internet yang tidak memadai.

Ikatan Guru Indonesia sejak awal sudah meminta pemerintah pusat dan Mendikbud Nadiem Makarim, bahwa beban mata pelajaran yang dialami oleh siswa sesungguhnya menjadi masalah utama rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia.

Namun hingga saat ini, upaya penyederhanaan kurikulum tampaknya masih mengalami jalan buntu. Nadiem Makarim seolah tidak punya formulasi untuk menuntaskan masalah jumlah mata pelajaran yang sangat membebani anak didik di Indonesia.

Standar penugasan oleh guru juga tidak diatur, baik oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Dinas Pendidikan Provinsi maupun Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota.

Bisa dibayangkan jika setiap guru memberikan satu saja tugas setiap minggu. Maka setiap siswa akan mendapatkan 14-16 tugas yang harus dituntaskan sebelum mata pelajaran dilanjutkan minggu depannya.

Memang guru sangat mudah memberikan tugas, apalagi mereka saat ini dengan dukungan LMS tak perlu tampil di depan kelas lagi. Cukup memberikan tugas lewat LMS yang ada, tetapi mereka tidak memperhitungkan secara komprehensif beban tugas yang diberikan ke siswa tersebut.

Kejadian bunuh diri oleh siswa di kabupaten Gowa, seharusnya menjadi alarm yang sangat keras kepada pemerintah. Dengan tegas memperingatkan pemerintah bahwa masalah penugasan-penugasan ini adalah sesuatu yang sangat serius memberikan dampak depresi kepada siswa.

Seharusnya kepala sekolah dan para guru konseling mampu mengetahui dan mengukur beban yang dialami oleh siswa. Akibat banyaknya penugasan yang dilakukan guru di suatu sekolah terhadap 1 siswa. Sehingga bisa menjadi standar bagi guru-guru di sekolah tersebut untuk memberikan penugasan kepada siswanya.

Setiap daerah seharusnya mempertimbangkan kemampuan jaringan internet di daerahnya. Ketersediaan alat baik berupa tablet smartphone maupun laptop dan komputer di daerah tersebut yang dimiliki oleh siswanya.

Kemudian mempertimbangkan kemampuan ekonomi siswa di daerah-daerah tersebut. Sehingga pemerintah tidak berlepas tangan dengan memberikan kuota data kepada siswa saja.

"Tetapi memahami secara penuh suasana dan kondisi pembelajaran di masa pandemi Covid-19. Dan semua itu seharusnya diatur dan dibuat standarnya oleh Kemdikbud," ungkap Ramli. Sumber: sulsel.suara.com

Sambil Rekam, Ini Detik-detik Siswi Cantik MS Minum Racun hingga Tewas

Tewasnya MS, 16 tahun di rumahnya usai meneguk racun hama, rupanya sempat direkam sendiri oleh siswi cantik ini.

Video itu pun kini beredar di akun Whatsapp. Di situ, terekam jelas wajah cantik MS yang menghabisi nyawanya sendiri karena tak tahan belajar online selama masa pandemi ini.

Racun yang diminum MS disajikan dalam secangkir gelas putih. Racun itu sudah dicampur dengan air hingga berubah menjadi warna biru.

Di detik-detik pertama, awalnya MS masih sempat ragu meminum racun hama tersebut. Aroma dari racun yang telah ia sajikan memang sangat menyengat.

“Warna biru (racunnya). Uueeeqq!(ingin muntah). Botto’nya poeng (tidak enak baunya). Nda bisaku. Hehehee,” kata MS di detik ke 12 dalam video itu.

Setelah itu, MS sempat bertanya ke arah kamera video yang ia rekam sendiri itu. Bahkan MS masih sempat tertawa tipis, sebelum meneguk racun tersebut.

“Kuminum mi? Hehehee. Astaghfirullah,” kata MS lagi dalam video yang ia rekam sendiri itu.

Hingga pada detik ke 27, gadis cantik ini pun meminum racun tersebut dalam satu tegukan. Raut wajah MS pun berubah pada saat itu juga.

Setelah meneguk, MS pun buang napas sambil mengeluarkan lidahnya dan melirik ke kamera ponselnya.

Kasat Reskrim Polres Gowa, AKP Jufri Natsir membenarkan video tersebut. Sebelum ditemukan tewas di bawah tempat tidur, korban minum racun sambil rekam video.

Setelah meneguk bahan kimia itu, berselang beberapa menit, MS pun tewas dengan mengeluarkan busa di mulutnya.
“Korban sempat merekam dirinya dengan video saat meminum racun merk D**** menggunakan gelas,” kata Jufri.

Polisi menyebut, MS nekat akhiri hidupnya akibat depresi soal sistem belajar online selama pandemi ini.
Ada salah satu pria yang mengaku sebagai paman dari MS, bernama Basri Kaila, membantah polisi soal penyebab tewasnya keponakannya itu gara-gara depresi akibat tugas sekolahnya yang tak karuan.

“Jangan sembarang posting siswa meninggal bilang depresi belajar online minum racun. Saya omnya (paman),” ujar Basri, dalam pesan singkat, Minggu (18/10/2020).

Dia bandingkan dengan anak lainnya yang juga ikut belajar online selama masa pandemi Covid-19 ini. Dari situ, sangat tidak masuk akal bagi dia, MS bisa depresi hingga nekat minum racun hingga tewas.

Basri pun kini merasa risih dengan pemberitaan yang menyebut hal demikian. “Kalau depresi akibat belajar online, pasti sudah banyak yang meninggal. Tolong dihapus postingan itu,” minta Basri, kepada wartawan.

Basri pun telah mengetahui, anggapan soal MS yang depresi karena tugas sekolahnya yang tidak karuan dari polisi, tidak benar dan polisi bisa saja salah dalam berkesimpulan.

“Makasih banyak. Polisi juga nggak selamanya benar. Pasti ada yang salah. Memang benar minum racun. Tapi tidak ada yang tahu apa penyebabnya. Makasih,” tutupnya. Sumber: fajar.co.id

Share this

Artikel Terkait

Previous
Next Post »
Comments